Total Tayangan Halaman

Senin, 06 Januari 2014

View out of my window

Lokasi foto, Ruang Unit Sistem Informasi Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, dimana saat ini diriku menjadi Kepala Unit SIM STIP Jakarta.

Memulai karir sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Desember 2002, aku mulai ditempatkan di STIP Jakarta sejak Maret 2003. Pertama kali bekerja pada Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat atasan ku adalah ibu Dra. Puji Reknati dimana sampai saat ini bu puji masih berstatus dosen di STIP Jakarta. Untuk memperkenalkan diriku yg 'newbie' di lingkungan STIP Jakarta, bu puji memerintahkan agar aku mendatangi setiap ruangan, menghadap setiap kepala bagian/unit untuk "meminta dokumen hasil penelitian". Alhasil aku dengan didampingi bpk H. Abdul Razak yg dgn baik hati menemani diriku mengetuk tiap ruangan di STIP Jakarta, gagal mendapatkan dokumen yg ternyata memang tidak pernah ada :)...

Kepala UPPM setelah bu puji adalah Ir. Desamen Simatupang, SE, MM yang telah menambah gelar Doktor di depan namanya pada Desember 2013. Doktor pertama di STIP Jakarta.... mudah mudahan diriku bisa nyusul :)

Selanjutnya pada 2006 aku di mutasi ke Sub. Bagian Rumah Tangga dan Humas. Atasan ku bpk. H. M. Nurdin, SE...beliau adalah juga ustadz di STIP Jakarta. Aku diserahi tugas menjadi Koordinator Humas. Cukup prestisius mengingat aku diberikan ruang kantor khusus dan juga dua orang staff ( walau diriku jg masih staff ). Sebagai Koordinator HUMAS tugas ku yg utama adalah mengurua tentang "Customer Complain". Dimana STIP Jakarta telah mendapatkan NC Minor ttg customer complain ini. Sebagai seorang Humas aku berkewajiban mengelola setiap keluhan yg masuk ke STIP Jakarta, dicatat, di distribusikan dan di record bila sudah selesai ditanggapi keluhan tersebut.

Keluhan banyak datang dari peserta diklat, sedikit taruna dan kadang kadang pegawai. Peserta diklat mengeluhkan tentang fasilitas (kelas, dosen, meja, kursi, toilet) yang kurang berkenan di hati dan kurang memadai. Mereka juga mengeluhkan soal pelayanan yg judes, kurang ditanggapi dan sertifikat yg lama.

Taruna lebih banyak mengeluh tentang kegiatan yg padat, ulah senior dan pelayanan administrasi yg buruk. Mereka jg pernah mengeluh tentang pelayanan paramedis di klinik yg menurut mereka jutek dan pilih kasih. Well...nasib mu tar...tar...

Sedangkan pegawai, mengeluh tentang penghasilan, pendapatan yg kurang dan pembagian honor yang dianggap tidak transparan or kurang adil/banyak (termasuk sy walau tidak pernah mengirim keluhammscr langsung :)..

Lanjut lain kali ya......




Minggu, 05 Januari 2014

Vian, Kakek dan Pipit.

Vian, Kayla dan Kaniya.... tigo bedulur kalo lagi kumpul bikin pecah perang di rumah kakek dan neneknyo. Foto diambil bulan September 2013 sebelum mama-papa berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Alhamdulillah mereka sudah menunaikan ibadah haji. Tinggal diriku yang masih belum tahu, InsyaAllah ada jalan :)

Cerita menarik tentang sangkar burung yang ada dalam foto tersebut, harus ditarik ulang cerita pada saat kami mudik lebaran Idul Fitri 1434 Hijriyah. Saat itu kami pulang sekeluarga, pas saat ayahnya Vian sedang off duty dari Total, Handil. Dua hari sebelum hari raya, mama, ica dan aku (plus Vian) pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan menyambut hari raya. Menjelang hari raya pasar sangat padat, riuh dan kacau. Sangat tidak direkomendasikan membawa anak dibawak 5 tahun ke pasar yang penuh sesak menjelang hari besar apapun. Wajar bila Vian menjadi sangat rewel dan pemarah. Untuk meredakan kemarahan Vian, maka sang nenek yaitu my mama menyogok cucu-nya dengan membelikan burung pipit. Burung pipit yang dijual seharga Rp 5.000/dua ekor plus sangkar abal-abal , bulunya diberi warna-warni untuk menarik perhatian anak-anak. Sogokan itu terbukti mampu membuat Vian diam dan tidak rewel lagi.

Sepulangnya dari pasar, papa (yang notabene penyuka burung) langsung mengambil sangkar burung yg beliau simpan sejak lama dan memindahkan pipit yg dibeli tadi kedalam sangkar yg lumayan besar tersebut. Beliau sangat bangga dan senang melihat cucu-nya ternyata juga memiliki hobby yang sama dengan kakek-nya.  Tetapi rupanya beberapa jeruji bambu sangkar itu sudah lepas, sehingga si pipit yg mungil bisa melarikan diri. Awalnya cuma satu pipit yg lolos, papa-ku tidak ingin cucu kesayangan-nya sedih langsung kembali kepasar untuk membeli pipit yang baru, sayangnya si penjual pipit sudah memberesi dagangannya yang sudah habis terjual karena ternyata anak-anak yg rewel di pasar bukan cuma Vian :D. Walhasil papa-ku pulang tanpa pipit dan menemui pipit terakhir yang ada di sangkar rusak tersebut pun ikut melarikan diri menyusul teman-nya...

Foto diatas diambil saat kami berkumpul lagi menjelang papa-mama berangkat haji, teringat dengan betapa kecewa nya Vian saat pipit itu hilang maka sang kakek, mengajak ketiga cucu-nya kepasar. tidak tangung-tanggung papa membeli Dua Belas ekor pipit untuk ketiga cucu-nya dan agar pipit tersebut tidak lolos lagi papa juga membeli sangkar baru. Ternyata baik Vian, Kayla dan Kaniya sangat penasaran dengan si burung pipit ini. Mereka tidak henti membuka pintu sangkar dan mencoba memegang pipit-pipit tersebut, dan setiap membuka pintu sangkar satu ekor pipit terbang sampai tidak ada lagi pipit yang tersisa di dalam sangkar itu. Namun demikian sang kakek tetap tersenyum, karena melihat cucu-cucu nya begitu senang bermain dengan pipit. :)